Himpunan Mahasiswa Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang (UM), kembali menggelar Pesta Rakyat. Agenda tahunan yang ditujukan untuk merayakan ekspresi budaya dan kreativitas mahasiswa. Salah satu acara utama tahun ini adalah pertunjukan teater kolosal berjudul “Mewangi dalam Luka Sri Tanjung Asmaraloka”, yang mengangkat legenda klasik Banyuwangi, Sri Tanjung Sidopekso, dalam balutan estetika kontemporer.
Pertunjukkan ini dilaksanakan pada tanggal 1 November sebagai acara puncak dari Bulan Bahasa Sastra. Bulan Bahasa Sastra (BBS) 2025 dimulai dengan diadakannya Seminar Nasional, dilanjutkan oleh Forum Ilmiah Ilmu Perpustakaan (Rumilus), kemudian Festival Literasi Bahasa dan Sastra (FLBS), dan Pesta Rakyat sebagai penutupnya. Pertunjukkan dimulai pukul 19.45 WIB. Diawali dengan alunan musik indah yang membuka pertunjukkan.
Pertunjukkan ini menjadi wujud nyata kontribusi civitas akademika dalam pelestarian budaya lokal melalui medium seni pertunjukan. Tidak sekadar menampilkan kembali kisah rakyat yang melegenda, karya ini berupaya merevitalisasi nilai-nilai lokal agar tetap hidup dan bermakna bagi penonton masa kini.
Pertunjukan yang melibatkan sekitar 75 mahasiswa dan sejumlah dosen ini digarap di bawah arahan Musthofa Kamal, dosen Sastra Indonesia sekaligus sutradara. Dengan pendekatan dramaturgi tradisi kontemporer, Kamal merancang struktur pementasan yang hidup, berlapis, dan komunikatif, mempertemukan kekuatan narasi klasik dengan sensibilitas penonton modern.
“Pertunjukan ini bukan hanya soal menampilkan cerita lama, melainkan bagaimana kami membangun kembali roh legenda itu agar bisa berdialog dengan masyarakat hari ini,” ujar Musthofa Kamal. Tema yang diangkat menyoroti pentingnya sikap kritis dan kehati-hatian dalam menerima informasi, seperti nasib tokoh Sidopekso yang terjebak oleh kabar yang menyesatkan. Pesan ini menjadi relevan dengan era keterbukaan berita dan media sosial, di mana setiap orang dituntut untuk meneliti sebelum mempercayai.
Kekuatan pertunjukan ini juga terletak pada perpaduan musik gamelan dan instrumen modern, yang menciptakan atmosfer musikal baru tanpa meninggalkan akar tradisinya. Gerak tari digunakan untuk memperkuat suasana dramatik, menggambarkan dinamika batin tokoh serta lanskap emosional cerita. Selain itu, nyanyian dan pembacaan puisi turut sera memperdalam makna dramatik dan memberi ruang bagi ekspresi puitik khas Sastra Indonesia.
Pementasan ini dihadiri lebih dari 4000 penonton. Area Graha Cakrawala dipenuhi oleh para penonton yang antusias melihat pementasan. Dengan konsep kolosal yang menggabungkan unsur musik, gerak, puisi, dan dramaturgi, “Mewangi dalam Luka Sri Tanjung Asmaraloka” menjadi refleksi kreatif tentang bagaimana tradisi dapat terus diolah menjadi medium pembelajaran, hiburan, sekaligus perenungan bagi generasi masa kini.